Jejak Pilkada Ibu Kota

Jejak Pilkada Ibu Kota

Jumlah Pemilih pada Pilkada Langsung di Jakarta

amCharts 4
Jumlah Pengguna Hak Pilih Pilkada DKI Jakarta5,661,6554,647,3043,737,059100%Chart created using amCharts library


Sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemilihan  gubernur DKI Jakarta dilakasankan secara langsung .  Sebelumya pejabat  pemerintah provinsi tersebut dipilih oleh anggota DPRD, yang merupakan perwakilan partai politik. Partai politik dengan jumlah perwakilan lebih banyak, dan tokoh dibelakangnya biasanya yang paling menentukan, siapa yang akan memimpin ibu kota.

Pilkada langsung pertama di provinsi DKI Jakarta diselenggarkan pada 8 Agustus 2007. Waktu itu tercatat dalam sejarah di mana warga ibu kota yang telah memiliki hak pilih datang beramai-ramai ke bilik-bilik suara untuk memilih pemimpinnya.

Tak ubahnya hajat pemilu nasional, pesta demokrasi kelas provinsi ini pun begitu meriah.  Selain kampanye partai-partai politik pengusung, tim sukses masing-masing pasangan calon aktif melakukan konsolidasi menentukan strategi untuk  merebut hati pemilih.

Perolehan suara terbanyak pada pemilu legislatif tahun 2004 yakni sebesar 23 persen, di raih Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS dengan percaya diri mencalonkan mantan Wakil Kapolri Komisari Jenderal Polisi (purn),  Adang Daradjatun sebagai calon gubernur dan Dani Anwar, salah seorang kader PKS sebagai calon wakil gubernur pada Pilkada di DKI Jakarta 2007, 

Pasangan yang rencana akan melakukan perubahan di ibu kota itu  berhadapan dengan Fauzi Bowo, birokrat sejati di pemprov DKI dan Mayor Jenderal TNI (purn) Prijanto, mantan Aster Kasad. Keduanya diusung oleh gabungan 20 partai politik. Partai tersebut adalah Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Patriot Pancasila, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Keadilan Persatuan (PKPI), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Pelopor, PNI Mahhaenisme, Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), Partai Indonesia Baru (PIB) dan Partai Persatuan Daerah (PPD).

Dukungan solid dari PKS dan relawannya tidak berhasil  mengalahkan kekuatan  besar. Pasangan Adang  Daradjatun dan Dani Anwar hanya memperoleh 42,193 persen suara sementara  Pasanngan Fauzi Bowo dan Prijandi mendapat 57,807 persen suara,

Berbeda dengan priode sebelumnya, pada pilkada  DKI Jakarta tahun 2012 terasa lebih meriah dan demokratis, karena diikuti enam pasangan calon, termasuk di dalamnya dua pasangan dari jalur independen.

Keenam pasangan calon itu adalah gubernur petahana Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Mayor Jenderal TNI (purn) Nachrowi Ramli. Pasangan tersebut diusung Partai Demokrat, PAN, Hanura, PKB, PBB, Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) dan Partai Matahari Bangsa (PMB). Kemudian PDI Perjuangan dan Gerindra mengusung  Wali Kota  Solo Joko Widodo (Jokowi), dan mantan bupati Bangka Belitung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). 

Partai Kedilan Sejahtera  mencalonkan kadernya  Hidayat Nur Wahid.  Mantan Ketua MPR itu berpasangan dengan ekonom  Didik J Rachbini.  Dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dipasangkan dengan mantan Komandan Marinir Letnan Jenderal TNI (purn) Nono Sampono. Pasangan yang terakhir diusung oleh Partai Golkar, PPP dan 16 partai-partai kecil.

Dua pasangan lainnya yang maju melalui jalur independan adalah, Faisal Basri yang merupakan ekonom UI. Ia berpasangan dengan Biem Benjamin, putra tokoh Betawi Benyamin S, serta Hendarman Supanji, mantan Komandan Polisi Militer dan Riza Patria, kader Partai Gerindra.

Sesuai persyaratan, kedua pasangan jalur independen dapat maju dalam pilkada DKI Jakarta setelah mendapat dukungan 4 persen dari jumlah penduduk DKI, yang dapat dibuktikan dengan pengumpulan minimal  407.345 jumlah KTP pendukung

Banyaknya pasangan calon di periode ini membuat suara pemilih menjadi terbagi. Dari enam pasangan tidak ada  suaranya yang cukup untuk menjadi pemenang. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta mensyaratkan calon gubernur terpilih adalah mereka yang memperoleh lebih dari 50 persen suara. Jika syarat itu tak terpenuhi, maka dilakukan putaran kedua.

Pada putaran pertama pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli memperoleh suara 34,05 persen. Jokowi-Ahok 42,6 persen, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini 11,72 persen, Alex Noerdin dan Nono Sampurno 4,67 persen, Faisal Basri-Biem Benjamin 4,98 persen dan Hendaraman Supandji-Reza Patria 1,98 persen.

Putaran kedua yang dilaksanakan dua bulan berikutnya, dua pasangan calon dengan suara terbanyak, yaitu pasangan Joko Widodo-Ahok dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli bersaing untuk merebut DKI 1.

Pasangan Jokowi-Ahok kala itu sangat populer di berbagai lapisan masyarakat ibu kota. Kemeja kotak-kotak yang dipakai saat mereka kampanye menjadi simbol keberagaman warga, baik dari suku, etnis maupun agama.

Hasil pilkada putaran kedua pun membuktikan, Jokowi yang pernah menjabat Wali Kota Solo dua periode bersama calon wakilnya Ahok memenangkan pilkada di Ibu Kota Jakarta, dengan perolehan suara 53,82 persen. Sementara pesaingnya sekaligus sebagai petahana, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mendapat 46,17 persen.

Keberhasilan Jokowi menjadi gubernur DKI membawanya ke kancah perpolitikan nasional. Pada tahun kedua masa jabatannya sebagai gubernur, ia menerima dicalonkan partainya, PDI Perjuangkan sebagai presiden, dan menang dalam pemilu tahun 2014. Sisa jabatannya sebagai gubernur dilanjutkan oleh Ahok, yang kemudian didampingi Djarot Syaiful Hidayat, seorang kader PDI Perjuangan sebagai wakilnya.

Pilkada tahun 2017 ada tiga pasangan calon gubernur yang bersaing. Mereka adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang demi pencalonannya rela berhenti dari karier militer, dengan pangkat Mayor. Putra pertama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu  berpasangan dengan Sylvia Murni, seorang pejabat Pemprov DKI. Pasangan ini diusung oleh partai Demokrat, PPP, PAN, PKB dan tujuh partai kecil lainnya.

Pasangan petahana, Ahok dan Djarot diusung lima partai berhaluan nasionalis, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Hanura dan PSI. Sementara Anies Baswedan, mantan menteri pendidikan nasional pada awal pemerintahan Jokowi bersama pengusaha Sandiaga Uno didukung Partai Gerindra, PKS, Perindo dan Partai Idaman.

Persaingan antar pasangan calon terbilang senggit, bahkan cenderung keras. Di antara pendukung saling hujat di media sosial.  Berbagai berita hoax disebarkan, bahkan saling lapor kasus ke kantor polisi atau KPK.

Pilkada kali ini juga  berlangsung dua putaran. Dalam putaran pertama pasangan Ahok-Djarot menjadi pemenang dengan raihan suara 42, 96 persen. Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno 39,97 persen, dan Agus-Sylvi 17,06 persen.

Menuju pemilihan putaran kedua, antara pasangan Ahok-Djarot dengan Anies Baswedan-Sandiaga Uno suasana politik semakin panas. Terjadi polarisasi di tengah masyarakat, dan melebar tidak hanya di ibukota Jakarta.

Pasangan Ahok-Djarot  yang dalam survei elektabilitasnya turun menjelang pemilihan putaran kedua, akhirnya harus mengakui kemenangan Anies Baswedan-Sandiga Uno. Pasangan calon yang sering dituduh melakukan politik identitas itu meraup  58 persen suara, sementara Ahok-Djarot 42 persen. (Litbang/RIS)

  1. Penggunaan materi wajib mencantumkan kredit dengan format: ‘Kompas/Nama Penulis’.
  2. Materi tidak boleh digunakan sebagai sarana/materi kegiatan atau tindakan yang melanggar norma hukum, sosial, SARA, dan mengandung unsur pelecehan/ pornografi/ pornoaksi/ diskriminasi.
  3. Data/informasi yang tertera pada materi valid pada waktu dipublikasikan pertama kali, jika ada perubahan atau pembaruan materi oleh sumber di luar Kompas bukan tanggungjawab Kompas.
  4. Pelanggan tidak boleh mengubah, memperbanyak, mengalihwujudkan, memindahtangankan, memperjual-belikan materi tanpa persetujuan dari Kompas.

Suggestion