Hilirisasi Nikel Indonesia: Nilai Ekspor Indonesia Meningkat Drastis

Hilirisasi Nikel Indonesia: Nilai Ekspor Indonesia Meningkat Drastis

Produksi Nikel 2018-2022

Nikel adalah salah satu unsur logam yang paling umum dijumpai di bumi. Selain memiliki ciri-ciri mengkilap serta berwarna putih keperakan, nikel juga memiliki banyak kegunaan dalam berbagai industri. Sebanyak 70 persen nikel digunakan untuk pembuatan baja antikarat (stainless steel), diikuti oleh penggunaan lainnya seperti logam campuran (8%), pelapisan logam (8%), pengecoran (8%), baterai (5%), dan lainnya (1%).

Berdasarkan data United State Geological Survey (USGS) dan Badan Geologi Kementerian Ekonomi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia merupakan negara dengan produksi bijih nikel tertinggi di dunia. Produksi bijih nikel Indonesia sekitar 1,6 juta ton di tahun 2022. Jumlah ini terpaut jauh dengan Filipina yang menduduki peringkat kedua dunia dengan produksi sekitar 330.000 ton, dan Rusia di peringkat ketiga dengan produksi 220.000 ton. Cadangan nikel Indonesia tersebar di Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua.

Namun, sejak Januari 2020, Pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel mentah. Kebijakan ini bertujuan agar industri pertambangan Indonesia mendapat manfaat lebih dari nikel, daripada hanya sekedar diekspor dalam bentuk bijih nikel. Kebijakan hilirisasi nikel ini, dilakukan untuk menopang industri baterai kendaraan listrik yang baru mulai dikembangkan di Indonesia. Indonesia bertujuan menjadi pemain, bukan hanya penonton di industri kendaraan listrik di dunia.

Sebelum kebijakan hilirisasi, nilai ekspor bahan mentah nikel nilainya hanya Rp 15 triliun. Saat ini, nilai ekspor nikel setelah menjadi produk setengah jadi atau produk akhir meningkat drastis menjadi Rp 360 triliun. Nilai bijih nikel yang diolah menjadi feronikel akan naik hingga 10 kali lipat, sedangkan jika diolah menjadi stainless steel akan bertambah 19 kali lipat.

Kebijakan hilirisasi nikel ini, akan dilanjutkan dengan kebijakan hilirisasi komoditas lainnya, seperti bauksit dan tembaga. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dalam industri pengolahan Indonesia dan meningkatkan daya saing industri pengolahan nasional di pasar global.

Meski demikian, kebijakan hilirisasi nikel yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dihadapkan dengan penolakan dari Uni Eropa, yang membawanya ke sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Indonesia mengajukan banding, demi mempertahankan kebijakan hilirisasi nikel untuk menopang industri baterai kendaraan listrik.

Diharapkan kebijakan hilirisasi nikel ini dapat meningkatkan nilai tambah dalam industri pengolahan Indonesia, membuka lapangan kerja baru, serta memperkuat industri nasional di pasar global.

(Litbang Kompas/SNT)

  1. Penggunaan materi wajib mencantumkan kredit dengan format: ‘Kompas/Nama Penulis’.
  2. Materi tidak boleh digunakan sebagai sarana/materi kegiatan atau tindakan yang melanggar norma hukum, sosial, SARA, dan mengandung unsur pelecehan/ pornografi/ pornoaksi/ diskriminasi.
  3. Data/informasi yang tertera pada materi valid pada waktu dipublikasikan pertama kali, jika ada perubahan atau pembaruan materi oleh sumber di luar Kompas bukan tanggungjawab Kompas.
  4. Pelanggan tidak boleh mengubah, memperbanyak, mengalihwujudkan, memindahtangankan, memperjual-belikan materi tanpa persetujuan dari Kompas.

Suggestion