Urban: Liburan biar Lebih Bahagia

Urban: Liburan biar Lebih Bahagia

Gaya Hidup

KOMPAS edisi 8 Januari 2023

Halaman: 07

Penulis: Dwi As Setianingsih; Riana A Ibrahim; LSA; BAY

Urban: Liburan biar Lebih Bahagia

Urban

Liburan biar Lebih Bahagia

Bak keran air yang dibuka kembali setelah nyaris berkarat, akhir tahun 2022 menjadi momen bagi banyak orang untuk kembali liburan tanpa khawatir berlebihan pada Covid-19. Lari sejenak dari rutinitas hidup. Hasilnya apa?

Di Yogyakarta, data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia menunjukkan tingkat hunian hotel yang terdongkrak hingga hampir menyentuh 100 persen.

Kota-kota atau negara-negara yang jadi tujuan wisata orang Indonesia juga diserbu, mulai dari Bandung, Puncak, Bali, Medan, Surabaya, Singapura, Malaysia, sampai Australia.

Wara Aninditari Larascintya, akhir tahun lalu berlibur ke Singaraja, Bali, kampung halaman suaminya, Wahid Mizan Annifari. Bersama buah hati, Shirin Gayatri Annifari, mereka berada di Bali sejak 27 Desember 2022 hingga 7 Januari 2023. ”Kebetulan kami berdua sedang lowong. Jadi, bisa cukup panjang di Bali,” tutur Ayash, sapaan akrab Wara, Kamis (5/1/2023) dari Bali.

Bersama keluarga besar Mizan, mereka jalan-jalan atau bikin acara bersama. ”Tahun ini tidak semua sepupu suami pulang. Kami hanya bakar-bakaran di balkon rumah untuk merayakan Tahun Baru. Kalau formasi lengkap, sebulan sebelumnya kami sudah tahu mau ke mana,” katanya.

Tak apa-apa. Intinya, selama liburan, mereka tetap menghabiskan banyak waktu bersama keluarga besar dengan berbagai aktivitas, termasuk main ke pantai agar Shirin bisa bermain pasir.

Bagi Ayash dan keluarga, liburan sudah menjadi keharusan. Suaminya juga punya prinsip yang sama. Buat dia, liburan itu kebutuhan apalagi liburan yang dirancang sejak lama. Jika terwujud, jadi semacam penyemangat untuk kerja lebih keras agar punya dana untuk liburan berikutnya. Dulu di awal-awal menikah, mereka membobol tabungan untuk liburan ke Jepang. Mereka menghabiskan dana Rp 60-an juta.

Sobi Bhirowo (45), warga Manahan, Solo, Jawa Tengah, juga memilih Bali sebagai tempat berlibur bersama istri dan dua anaknya. ”Setiap tahun, memang butuh penyeimbang dengan healing (pemulihan) soalnya pikiran mentok. Kayak recharge (penyegaran). Siap beraktivitas dengan rencana baru,” katanya.

Tak sekadar bersenang-senang, ia memaknai liburan sebagai ajang silaturahmi. Dia bisa bertemu teman- teman baru, menambah wawasan dengan belajar kultur sampai arsitektur Bali.

Anak-anak Sobi juga mengeksplorasi keberanian yang tak disangka melampaui perkiraannya. ”Mereka senang banget main boogie board (semacam papan selancar) di Seminyak. Ombaknya sekitar 1,5 meter. Buat orang dewasa biasa, tetapi tidak buat anak bungsu saya yang tingginya baru sekitar 1 meter,” katanya, Jumat (6/1/2023).

Untuk liburan ke Bali, ia menabung sejak lebih kurang tiga bulan lalu. Uang berkurang, tapi setelah liburan komunikasi dengan keluarga jadi lebih bagus. Ia menganggap liburan itu juga ibadah karena bisa menyenangkan keluarga. ”Suami, kan, nakhoda keluarga. Harus mikirin rumah sampai perkembangan anak-anak. Pendidikan juga mereka dapatkan waktu liburan,” katanya.

Merekatkan ikatan

Liburan juga menjadi suatu hal yang penting bagi keluarga Dini Yunitasari (35). Bersama suami dan dua anaknya, ia melancong ke berbagai tempat, dari dalam negeri hingga mancanegara. Selain menyegarkan pikiran, perjalanan liburan menjadi momen untuk merekatkan lagi ikatan keluarga.

”Buat keluarga kami, liburan itu jadi hal yang penting banget. Apalagi kami sering memilih bermobil, semuanya makin terasa intim. Enggak ada distraksi gadget, semua saling ngobrol,” tutur Dini, Kamis (5/1).

Dari sekian banyak liburan yang dijalani, gunung menjadi lokasi paling favorit bagi keluarga Dini. Pemandangan yang indah, udara yang sejuk, dan kesempatan bermain di alam bebas merupakan alasannya memilih wisata pegunungan. Ia dan keluarga merasa lebih nyaman dengan format glamour camping atau glamping.

Sewaktu anak-anaknya belum bersekolah, Dini dan suami bisa bebas menentukan waktu berlibur. Pekerjaan suaminya sebagai wirausahawan ternyata menguntungkan. ”Liburannya bisa pilih di hari kerja atau bukan saat peak season. Jadi, bisa leluasa pilih lokasi dan hotelnya,” ujar Dini.

Kini, kesibukan sekolah anak-anak membuat mereka harus mengatur jadwal berlibur. Setidaknya sebulan sekali atau dua kali, mereka berlibur ke tempat yang bisa dijangkau dengan mobil dalam 2-3 jam saja. ”Pilih lokasi yang enggak terlalu jauh karena keluarga kami tipe yang spontan. Pengin jalan, ya jalan aja. Kadang berasa enggak pakai persiapan,” ungkapnya.

Soal alokasi dana liburan, Dini tidak pernah menyiapkan secara khusus. Maklum, rencana liburan dan lokasi yang dituju sering tercetus secara spontan. ”Nanti hitungnya setelah pulang,” katanya.

Purbasari Daruningsih (45) yang akhir tahun lalu berlibur ke Jepang bersama suaminya, Herry Afriandri (45), juga menganggap liburan hal penting, bahkan keharusan. Salah satunya untuk membayar kerja kerasnya selama satu tahun sehingga penting untuk menyenangkan diri agar bisa menambah kembali semangat kerja.

”Juga untuk menambah wawasan dengan bepergian ke tempat asing. Kita bisa belajar banyak hal, mulai budaya, makanan, hingga transportasi,” ujarnya.

Liburan, imbuh Sari, tidak harus jauh dan mahal. Liburan ke gunung atau tempat sekitar kita tinggal juga tidak masalah. ”Yang penting bagaimana kita enjoyaja,” tandasnya.

Christo Rico Lado (31), tahun ini berlibur sekaligus mudik ke kampung halamannya di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Di sana, pemuda yang bekerja sebagai aparatur sipil negara di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ini bersantai selama dua minggu.

”Pulang libur itu wajib karena keluarga besar di sini jadi harus silaturahmi rutin. Biasanya memang pulang setiap akhir tahun, tetapi kali ini sengaja libur pada awal tahun,” kata Christo dari Kupang, Rabu (4/1/2023).

Selama di kampung, Christo banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, berwisata kuliner, hingga berlibur ke luar kota. Ini jugalah yang menjadi alasannya berlibur di awal tahun supaya tempat kuliner dan wisata sudah buka lagi.

Sejumlah daftar makanan yang akan disantap sudah dia siapkan mulai dari bakso, jagung bakar khas El Tari, salome, hingga burger. Untuk jalan-jalan, ia dan teman sekolah tengah menyusun rencana untuk mengunjungi Air Terjun Oehala di Timor Tengah Selatan dan gereja dari batu alam di Timor Tengah Utara.

”Belibur itu menyingkir sejenak dari rutinitas yang ditemui saat pergi ke kantor. Di Jakarta kan suasananya serba cepat dan penuh gedung beton, sedangkan di Kupang suasananya masih perdesaan, santai, dan alami. Seperti mengisi energi kembali,” tuturnya.

Pendapatnya tentang liburan yang masih menjadi kebutuhan tersier pun berubah. Saat dinas di luar kota, misalnya, beberapa kali dia memperpanjang waktu di kota itu atas biaya sendiri untuk mengeksplorasi kota seusai kerja. Ia pernah melakukannya saat tugas di Aceh, Bali, dan NTT.

”Walaupun capek, tapi saya lihat kayaknya budaya healing itu membuat liburan menjadi satu kewajiban,” ujar Christo yang menghabiskan dana rata-rata Rp 10 juta saat liburan.

Menata ulang

Psikolog Tika Bisono sepakat menempatkan liburan sebagai kewajiban karena berfungsi menjaga kesehatan mental dan fisik. Orang-orang yang semasa mudanya memiliki momen liburan yang berkualitas, kata Tika, berpotensi menjadi pribadi yang bahagia dan sehat mental di lanjut usia. ”Cuti, libur, atau me time dibutuhkan manusia. Ini kewajiban, bukan cuma kalau bisa, tetapi harus bisa. Manusia tidak semestinya dibombardir terus dengan pekerjaan dan permasalahan. Butuh waktu untuk rehat,” jelas Tika.

Meski begitu, orang perlu memahami tujuan berlibur. Menurut Tika, kadang orang salah kaprah dengan tujuan berlibur. Terlebih lagi di masa kini yang semuanya berkaitan dengan media sosial. Alih-alih berlibur, malah sibuk memikirkan apa yang akan diunggah ke media sosial.

Semestinya, liburan jadi momentum untuk berefleksi, menata kembali hidup, mendekatkan lagi pasangan atau anggota keluarga lain, serta mengenali diri sendiri.

”Tujuannya itu menata ulang atau reposisi apa yang ada di diri kita, seperti kesempatan untuk memencet tombol reset. Jadi, semuanya bisa mulai lagi baru, start fresh. Perlu lho disiplin me time ini,” ujar Tika.

Tika sepakat, liburan tidak harus mahal, sebab kembali pada tujuannya, yaitu bisa membangun semangat baru dan bukan menambah masalah hanya karena ingin terlihat keren saja di dunia maya.

”Enggak harus yang mewah. Yang perlu itu ada wow factor. Ini sesederhana melakukan sesuatu yang belum pernah dikerjain, misalnya. Atau mengunjungi tempat yang belum pernah sama sekali. Penting untuk membangkitkan spark (percikan semangat) ketika menjalani liburan ini agar lebih bermakna dan berkualitas. Kalau enggak ada spark, liburannya berlalu saja,” tutur Tika.

Nah, kan. Makanya berlibur biar hubungan sesama dan hati tetap tenang.

(LSA/BAY)

Baca artikel lainnya seputar Urban di Kompas.id dengan memindai QR Code. 

klik.kompas.id/urban

Foto: 5

Foto 1-4

ARSIP PRBADI

FAKHRI FADLURROHMAN

ARSIP PURBASARI DARUNINGSIH

Nisa Amalina Sabrina (32), guru swasta yang bekerja di Jakarta Timur, saat melancong ke Thailand. Seorang anak menggunakan bando berbentuk tanduk jerapah di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan, Minggu (25/12/2022). Sejumlah remaja berfoto di depan Jembatan Phinisi, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Purbasari Daruningsih (45) dan suami, Herry Afriandri (45), menikmati salju di Hokkaido, Jepang. 

Foto 5

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Kelenteng Sam Poo Kong di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/1/2023). Sam Poo Kong dikenal sebagai tujuan wisata budaya dan religi, tidak hanya bagi wisatawan domestik, tetapi juga mancanegara. 

  1. Penggunaan artikel wajib mencantumkan kredit atas nama penulis dengan format: ‘Kompas/Penulis Artikel’.
  2. Penggunaan artikel wajib mencantumkan sumber edisi dengan format: ‘Kompas, tanggal-bulan-tahun’.
  3. Artikel yang digunakan oleh pelanggan untuk kepentingan komersial harus mendapatkan persetujuan dari Kompas.
  4. Artikel tidak boleh digunakan sebagai sarana/materi kegiatan atau tindakan yang melanggar norma hukum, sosial, SARA, dan mengandung unsur pelecehan/ pornografi/ pornoaksi/ diskriminasi.
  5. Pelanggan tidak boleh mengubah, memperbanyak, mengalihwujudkan, memindahtangankan, memperjualbelikan artikel tanpa persetujuan dari Kompas.

Suggestion