Energi Terbarukan: Pengembangan Menghadapi Banyak Kendala

Energi Terbarukan: Pengembangan Menghadapi Banyak Kendala

Sains, Lingkungan & Kesehatan

KOMPAS edisi 1 Februari 2018

Halaman: 14

Penulis: AIK

Energi Terbarukan: Pengembangan Menghadapi Banyak Kendala

Energi Terbarukan

Pengembangan Menghadapi Banyak Kendala

”Saat ini ada sekitar 50 persen masyarakat di Sumba Timur belum teraliri listrik. Karena itu, fokus kami lebih ke bagaimana memenuhi elektrifikasi masyarakat. Kalau bisa pakai sumber energi terbarukan, lebih baik,” kata Kepala Bappeda Sumba Timur Bartholomeus Ngg Landu Meha, di Waingapu, Nusa Tenggara Timur, Rabu (31/1).

Berdasarkan data Bappenas, tingkat elektrifikasi nasional tahun 2017 mencapai 94,91 persen dengan 2.500 jumlah desa belum teraliri listrik. Tingkat elektrifikasi di NTT terendah, hanya 60 persen dan Sumba lebih rendah lagi.

”Dari 156 desa di Sumba Timur, ada 86 desa belum mendapat listrik. Rumah warga yang terpencar di pedalaman membuat pemenuhan listrik melalui jaringan jadi sulit,” ujarnya.

Di tengah kondisi ini, sejak 2015, Sumba menjadi percontohan nasional untuk memenuhi seluruh kebutuhan energi listriknya dari energi terbarukan melalui program Pulau Ikonik Energi Terbarukan atau Sumba Iconic Island. Inisiasi dimulai sejak 2010 oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama Bappenas dan Hivos, lembaga nonpemerintah internasional yang bergerak bidang energi bersih, diperkuat Keputusan Menteri ESDM Nomor 3051K Tahun 2015 pada 1 Juni 2015.

Melalui keputusan ini, ketersediaan energi dari sumber terbarukan Sumba sebesar 95 persen ditargetkan tercapai pada 2020. Sejak ditetapkan sebagai Pulau Ikonis ini, terjadi peningkatan rasio elektrifikasi Pulau Sumba dari 24,5 persen pada 2010 jadi 42,67 persen pada 2016, di mana 12,67 persen di antaranya berasal dari energi terbarukan.

Namun, menurut Bartholomeus, pemenuhan listrik di Sumba amat lambat. Dedy J Haning, Koordinator Proyek Hivos-Sumba Iconic Island, mengakui soal itu. ”Saat ini ada peningkatan bauran energi terbarukan di Sumba, tetapi lambat," ujarnya.

Padahal, potensi energi terbarukan di Sumba amat besar. Studi dari Bank Pembangunan Asia (ADB), Sumba memiliki empat potensi energi terbarukan. Empat potensi energi itu adalah tenaga air (mikrohidro), bendungan pembangkit listrik (hydro storage), pembangkit listrik tenaga angin, serta pembangkit listrik tenaga surya.

Di Hambapraing, Sumba Timur, misalnya, berpotensi menghasilkan aliran listrik bertenaga angin 10 megawatt yang bisa dipasok dengan 12 turbin berkapasitas 0,85 MW. ”Beberapa waktu lalu, ada investor tertarik berinvestasi di Hambapraing, tetapi belum terealisasi karena belum ada kesepakatan harga jual listrik,” kata Dedy.

Soal harga jual listrik dari energi terbarukan yang rendah dibandingkan nilai investasinya jadi tantangan utama. ”Ke depan, energi terbarukan akan semakin kompetitif karena teknologi semakin murah,” katanya.

Energi listrik terbarukan yang relatif berkembang adalah mikrohidro. Contoh sukses pembangunan mikrohidro berkapasitas 37 kilowatt di Kemanggi, Sumba Timur, yang dikelola warga setempat melalui Koperasi Jasa Peduli Kasih.

(AIK)

Foto:

KOMPAS/AHMAD ARIF

Anak-anak Sekolah Dasar Inpres Laikarenga, Kecamatan Kodi Utara, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, mengisi ulang daya lampu yang bersumber listrik tenaga surya, Senin (29/1). Selain memenuhi kebutuhan listrik untuk kegiatan sekolah, listrik berbasis tenaga surya di sekolah itu bisa dimanfaatkan para murid untuk mengisi ulang lampu dengan tarif Rp 1.500.

  1. Penggunaan artikel wajib mencantumkan kredit atas nama penulis dengan format: ‘Kompas/Penulis Artikel’.
  2. Penggunaan artikel wajib mencantumkan sumber edisi dengan format: ‘Kompas, tanggal-bulan-tahun’.
  3. Artikel yang digunakan oleh pelanggan untuk kepentingan komersial harus mendapatkan persetujuan dari Kompas.
  4. Artikel tidak boleh digunakan sebagai sarana/materi kegiatan atau tindakan yang melanggar norma hukum, sosial, SARA, dan mengandung unsur pelecehan/ pornografi/ pornoaksi/ diskriminasi.
  5. Pelanggan tidak boleh mengubah, memperbanyak, mengalihwujudkan, memindahtangankan, memperjualbelikan artikel tanpa persetujuan dari Kompas.

Suggestion